KEBIJAKAN
OTONOMI DAERAH MENGENAI
KEUANGAN DAERAH




 















Disusun Oleh
·        HERI KURNIAWAN (010331015)
·        FITRIANI KURNIASARI (11331022)
·        PUTUT MUSTOFA (11331015)



Program Studi Administrasi Negara
Universitas Gunung Kidul
Tahun 2012
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Sistem pemerintahan dalam perspektif sejarah bangsa Indonesia, telah mengalami perubahan dari pemerintahan sentralistik ke desentralistik. Perubahan ini dikaitkan dengan situasi dan kondisi sosial yang secara fenomenal terjadi dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Otonomi daerah merupakan wujud dari desentralisasi. Otonomi daerah terlahir sebagai bentuk aplikatif baru dari penyelenggaraan pemerintah yang awalnya sentralisasi menjadi desentralisasi. Suatu negara  yang menganut desentralisasi bukan hanya sekedar pilihan alternatif dari sentralisasi, melainkan merupakan sub sistem dalam rangka sistem organisasi negara. Implikasi dari pilihan itu adalah terdapat beragam bentuk desentralisasi, seperti dekonsentrasi, devolusi, dan delegasi. Otonomi daerah diharapkan dapat menjadi batu loncatan baru dalam perbaikan system penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.
Otonomi daerah menjadi peluang bagi pemerintah daerah dalam segala urusan pengaturan rumah tangga daerahnya. Hal ini tentu memudahkan pemerintah pusat dalam menjalankan sistem penyelenggaraan pemerintahan. Namun yang menjadi titik tekan dalam konteks otonomi daerah pada masing-masing peran antara pemerintah pusat dan daerah. Bagaimana bentuk pola hubungan antara keduanya sehingga tercipta sinergisitas dan hubungan timbal balik antar keduanya. Berangkat dari apa yang telah dijelaskan sebelumnya, maka perlu dilakukan kajian dan analisa mengenai apa yang menjadi titik tekan dalam konteks ini. Namun, untuk mengukur seberapa relevannya otonomi daerah ketika masuk dalam tataran aplikatif tentunya tidak terlepas dari yang namanya isu otonomi daerah yang saat ini sedang berkembang. Oleh karena itu diperlukan kajian mengenai, “Isu tentang hubungan pusat dan daerah dalam pemberdayaan daerah otonom ”.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
Apa yang dimaksud dengan daerah otonom dan pemberdayaan daerah otonom itu sendiri?
Bagaimana masing-masing peran serta otoritas antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat?
Bagaimana bentuk pola hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah?
Seperti apa cotoh isu yang berkembang saat ini yang dapat mewakili hubungan pusat dan daerah dalam pemberdayaan daerah otonom?
1.3  Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
Untuk memahami tentang daerah otonom dan pemberdayaan daerah otonom itu sendiri.
Untuk mendeskripsikan mengenai masing-masing peran serta otoritas antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.
Untuk mengetahui bentuk pola hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah.
Untuk memahami salah satu cotoh isu yang berkembang saat ini yang dapat mewakili hubungan pusat dan daerah dalam pemberdayaan daerah otonom.























BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Daerah Otonom dan Pemberdayaannya
Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keberadaan daerah otonom di Indonesia secara yuridis formal termaktuk dalam penjelasan pasal 18 UUD 1945 yakni “Daerah indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi, dan daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Daerah-daerah itu bersifat otonom (streek and locale rechtgemeenshappen) atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-undang”. Sedang keberadaan daerah otonom dalam amandemen kedua UUD 1945 juga secara yuridis formal termaktuk dalam pasal 18 ayat 1 yakni “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”. Asas pemerintahan daerah yang dianut adalah asas ekonomi dan tugas pembantuan seperti termaktuk dalam pasal 18 ayat 2 yang berbunyi “pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonom dan tugas pembantuan”. Pasal 18 ayat 2 ini memiliki implikasi terhadap bentuk dan susunan daerah serta bentuk dan susunan pemerintahan daerah. Implikasinya adalah bahwa masing-masing daerah yang dibentuk dan disusun itu (provinsi, kabupaten dan kota) berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hirarki satu sama lain. Di daerah otonom, ditinjau dari segi bentuk dan susunan pemerintahan terdapat pemisahan antara DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah dan pemerintahan daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah.
Mengacu pada makna otonomi daerah dan daerah otonom tersebut, maka kebijakan otonomi daerah adalah dalam rangka memberikan diskresi kepada daerah untuk berprakarsa dalam memajukan daerahnya dan memberikan ruang bagi partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Dalam konteks ini, otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak daerah dan masyarakat untuk memperoleh keleluasaan bergerak dan kesempatan untuk menggunakan prakarsa sendiri atas segala macam nilai dan potensi yang dikuasai untuk mengurus kepentingan publik, baik yang menyangkut pemberian pelayanan kepada masyarakat dan bimbingan terhadap masyarakat (empowering), maupun untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan. Inti pelaksanaan Otonomi Daerah adalah terdapanya keleluasaan Pemerintah Daerah (disretionary power) untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa, kreativitas, dan peran serta aktif masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan daerahnya.
Daerah otonom adalah daerah yang berhak dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan empat ciri pokok yaitu:
·         Mempunyai aparatur pemerintah sendiri.
·         Mempunyai urusan/wewenang tertentu
·         Mempunyai wewenang mengelola keuangan sendiri
·         Mempunyai wewenang membuat kebijakan sendiri
·         Keempat ciri tersebut dapat dijadikan indikator derajat keotonomian daerah.
Dari penjelasan yang telah diuraikan diatas, maka secara penuh daerah memiliki kewenangan penuh dalam mengatur urusan rumah tangga daerahnya dalam usaha pengelolaan serta pemberdayaan. Bentuk-bentuk pola pengelolaan dan pemberdayaan suatu daerah dapat meliputi bidang keuangan, pembangunan, SDM, SDA, tata ruang, dan lain sebagainya. Namun, meskipun memiliki kewenangan penuh, pemerintah daerah tetap harus berkiblat dan bertumpu pada standart, norma, pedoman, monitoring, dan evaluasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
2.2 Peran serta Otoritas antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat
Lahirnya kebijakan otonomi daerah berdasarkan Undang-undang nomor 22 tahun 1999 yang kemudian direvisi dan menjadi Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan jawaban atas tuntutan reformasi politik dan demokratisasi serta pemberdayaan masyarakat daerah. Setelah selama hampir seperempat abad kebijaksanaan otonomi daerah di Indonesia mengacu kepada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah yang dibelenggu oleh sistem sentralisasi, pelaksanaan sistem sentralisasi tersebut membawa beberapa dampak bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Diantaranya yang paling menonjol selama ini adalah dominasi pusat terhadap daerah yang menimbulkan besarnya ketergantungan daerah terhadap pusat. Pemerintah daerah tidak mempunyai keleluasaan dalam menetapkan program-program pembangunan di daerahnya. Demikian juga dengan sumber keuangan penyelenggaraan pemerintahan yang diatur oleh Pusat.
Kondisi tersebut mendorong timbulnya tuntutan agar kewenangan pemerintahan dapat didesentralisasikan dari pusat ke daerah. Desentralisasi adalah pembagian kekuasaan kepada daerah. Sistem desentralisasi di Indonesia hampir sama dengan sistem federal walaupun dalam beberapa hal ada pembedaan, misalnya dalam sistem federal yang lebih otonom adalah provinsinya sedangkan sistem desentralisasi yang lebih otonom adalah kabupaten atau kota. Otonomi daerah menurut UU nomor 32 tahun 2004 diartikan sebagai kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian daerah otonom mempunyai kewenangan yang luas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, namun tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah bukanlah berarti daerah otonom dapat secara bebas melepaskan diri dari ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian daerah otonom mempunyai kewenangan yang luas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, namun tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah bukanlah berarti daerah otonom dapat secara bebas melepaskan diri dari ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Adapun yang dimaksud pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta daerah otonomi yang lain sebagai badan eksekutif daerah:
·         Kepala daerah provinsi adalah Gubernur.
·         Kepala daerah kabupaten adalah bupati.
·         Kepala daerah kotamadya adalah walikota
·         Kepala daerah mempunyai tugas dan wewenang menurut Pasal 25 UU No. 32 tahun 2004 yaitu:
·         Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD.
·         Mengajukan rancangan Perda.
·         Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD
·         Menyusun dan mengajukan racangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama.
·         Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah.
·         Mewakili daerahnya di dalam dan diluar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
·         Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
·         Selain tugas dan wewenang kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban menurut Pasal 27 UU No. 32 tahun 2004 sebagai berikut:
·         Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan NKRI
·         Meningkatkan kesejahteraan rakyat
·         Memelihara kerukunan dan ketertiban masyarakat.
·         Melaksanakan kehidupan demokratis
·         Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan
·         Menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
·         Memajukan dan mengembangakan daya saing daerah.
·         Melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik.
·         Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan keuangan daerah
·         Menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua perangkat daerah.
·         Menyampaikan rencana strategi penyelenggaraan pemerintahan daerah di hadapan paripurna DPRD.
Sedangkan kewenangan pusat terletak pada tataran penetapan standart, norma, pedoman, monitoring, dan evaluasi , antara lain:
·         politik luar negeri
·         pertahanan
·         keamanan
·         perundang-undangan
·         moneter dan fiskal nasional
·         agama
·         norma.
2.3 Pola Hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah
Hubungan Pusat dan Daerah : Pola Keagenan dan Kemitraan           
Pola hubungan kemitraan adalah pola yang efektif antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Pola hubungan kemitraan sejalan dengan tuntutan pemerintahan yang menganut sistem desentralisasi. Pola kemitraan (partnership) memposisikan dan memerankan pemerintah daerah sesuai dengan asas penyelenggaraan pemerintahan yang dianut. Pemerintahan daerah diposisikan dan diperankan sebagai subyek dan aktor penyelenggaraan pemerintahan, pemberdayaan masyarakat dan pembangunan daerah. Sehingga pemerintahan daerah diposisikan dan diperankan sebagai pelaksana kebijakan pemerintah pusat.
Dalam pola hubungan keagenan, Pemerintah pusat memposisikan pemerintah kota atau kabupaten sebagai obyek kebijakan/program serta diberikan peran sebagai agen yang melaksanakan kebijakan atau program yang dirancang dan ditetapkan oleh pemerintah pusat. Pola hubungan keagenan ini menjadikan pejabat daerah tidak kreatif, tidak inovatif bahkan justru tergantung kepada birokrasi pusat yang memiliki kewenangan mengabsorsi sumber daya yang besar yang dikelola secara terpusat.
Di era reformasi lebih-lebih dengan amandemen kedua UUD 1945, pola hubungan keagenan antara pusat dan daerah tidak efektif lagi. Menguatnya tuntutan pada pola hubungan kemitraan Pusat-daerah, dapat menghindari tarik menarik yang tidak produktif antara pejabat pusat-daerah.
Dengan penjelasan diatas diperlukan adanya hubungan antara pejabat pusat dan pejabat daerah dalam bersikap berstandar pada ungkapan “pusat adalah pusatnya daerah dan daerah adalah daerahnya pusat” dalam koridor Negara kesatuan, maka hubungan pusat dan daerah terbangun dalam suatu kerjasama sinergis, konstruktif dan kemitraan (partnership) yang diwarnai oleh hubungan yang komunikatif melalui mekanisme dialogis dengan prinsip positive sum game. Konstelasi itu dibngun untuk menjamin integrasi nasional dan kesatuan nasional yang kuat pada satu sisi, sedang disisi lain tetap menjamin munculnya kreatifitas dan inovasi daerah yang mengacu pada paradigm otonomi daerah. Dengan begitu, baik pejabat pusat maupun daerah dapat menghindarkan dirinya bersikap arogan dan mau menangnya sendiri. Jika hubungan pusat – daerah dan legislatif daerah dengan eksekutif daerah adalah bertumpu pada visi misi konstitusi dan visi misi pemberian otonomi kepada daerah, maka pemerintahan daerah yang stabil dapat diwujudkan. Keseimbangan akan terwujud apabila pemerintah pusat dan pemerintah daerah mencapai titik konsolidasi bahwa otonomi daerah yang luas sebagai satu-satunya pilihan untuk menyelamatkan banyak hal seperti termaktub dalam kelebihan desenntralisasi. Dengan kata lain keberlanjutan desentralisasi (otonomi daerah) bias dibangun tatkala stakeholderstelah menyepakati desentralisasi sebagai “the only game in the country” (pratikno, 2003).

2.4 Contoh Isu yang Berkembang
Otonomi daerah sebagai bentuk nyata dari pola penyelenggaraan pemerintahan desentralisasi merupakan kebijakan yang diharapakan dapat menjadi batu loncatan yang berdampak pada progresivitas penyelenggaraan pemerintah. Sebelumnya telah diuraikan pula secara normatif bagaimana gambaran, bentuk, otoritas dari otonomi daerah secara umum. Dalam point ini yang menjadi tolak ukur dari otonomi daerah adalah bagaimana melihat otonomi daerah dalam tataran praksisnya yakni mengenai isu-isu yang sedang berkembang dalam topik yang sedang dibahas seperti pemberdayaan serta pengelolaan pasar tradisional dan modern dalam menghindari persaingan yang kurang sehat.
Peraturan presiden nomor 112 tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan Pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern serta peraturan menteri perdagangan nomor 53/MDAG/PER/12/2008 tentang pedoman penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Contoh Peraturan-peraturan tersebut menjadi dasar, standart, norma, pedoman bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan dan pemberdayaan pasar modern dan pasar tradisional. Dalam hal ini peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat menjadi kiblat dan tumpuan oleh daerah dalam membuat rancangan peraturan daerah mengenai pasar modern dan tradisional. Artinya dalam konteks ini tercipta hubungan yang komunikatif dan sinergis antara daerah-pusat tanpa adanya pertentangan satu sama lain. Dikatakan terjadi hubungan yang komunikatif karena konsep peraturan yang dibuat daerah menggunakan konsep ‘surut’, artinya peraturan yang dibuat senantiasa berkiblat pada peraturan di atasnya.
Pemerintah daerah juga perlu melakukan monitoring dan evaluasi mengenai pengelolaan dan pemberdayaan pasar modern dan pasar  tradisional ketika dalam penerapannya masih kurang relevan dari apa yang telah di harapkan. Beberapa bentuk kurang relevannya pengelolaan dan pemberdayaan pasar tradisional yang di beberapa daerah, dalam kutipan peraturan daerah terkait menjelaskan beberapa point yakni “a) radius antara minimarket jaringan yang satu dengan minimarket jaringan lainnya minimal 2.000 meter (2 km), b) radius antara minimarket jaringan dengan pasar tradisional minimal 2500 meter (2,5 km),c) setiap wilayah kecamatan paling banyak terdapat dua unit minimarket jaringan atau pasar modern yang lain”. Pada kutipan tersebut banyak terjadi simpangsiur jika melihat realita dan penerapannya yang kurang dapat terimplementasikan dengan tepat sasaran, maka dalam hal ini perlu dilakukan monitoring evaluasi daerah itu sendiri.











BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah daerah memiliki kewenangan penuh dalam mengatur urusan rumah tangga daerahnya, sedangkan pusat memiliki kewenangan dalam menetapkan standart, pedoman, norma, monitoring dan evaluasi.
Pola hubungan kemitraan adalah pola yang efektif antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Dalam pola hubungan keagenan, Pemerintah pusat memposisikan pemerintah kota atau kabupaten sebagai obyek kebijakan/program serta diberikan peran sebagai agen yang melaksanakan kebijakan atau program yang dirancang dan ditetapkan oleh pemerintah pusat. Dalam pola hubungan kemitraan, Pemerintahan daerah diposisikan dan diperankan sebagai subyek dan aktor penyelenggaraan pemerintahan, pemberdayaan masyarakat dan pembangunan daerah. Sehingga pemerintahan daerah diposisikan dan diperankan sebagai pelaksana kebijakan pemerintah pusat.
Isu yang berkembang saat ini yaitu adanya peraturan presiden nomor 112 tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan Pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan ook modern serta peraturan menteri perdagangan nomor 53/MDAG/PER/12/2008 tentang pedoman penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan ook modern.










Daftar Pustaka:
Azhari, AK. 2011. Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Negara Kesatuan Indonesia Pasca Reformasi. Jember: Kementrian Pendidikan Nasional Universitas Jember
Napitupulu, P. 2006. Menakar Urgensi Otonomi Daerah. Bandung: PT. Alumni  


pulutan- Kegitan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa Pulutan yang akan berlangsung tidak lama lagi telah  Menelan Biaya 54 jt, demikian di ungkapkan Ketua panetia Rusmiyanto pada saat Sosialisasi di padukuhan Glodogan,dan di harapkan pada saat akan dilaksanakan Pemilihan Kepala Desa Pulutan ataupun sesudahnya masyarakat tetap menjaga situasi aman dan kodusif, agar pemilihan kepala desa pulutan berjalan lancar pada Hari Minggu 17 Maret 2013 medatang.
              Warga pulutan juga berharap agar siapa yang menjadi kepala desa nantinya harus bertanggung jawab dan bekerja demi warga pulutan bukan bekerja buat buat diri sendiri. (hry)



Pulutan- Jalan menuju balai desa pulutan rusak berat hal ini tentunya mengganggu perjalannan aparat desa untuk melakukan pelayannan massyarakat. Hal ini tentunya harus di perhatikan oleh aparatur desa untuk segera memperbaiki jalan yang rusak tersebut karena jalan utama yang menghubungkan antara jalan utama ke balai desa sudah mengalami kerusakan yang parah.

               Jalan yang rusak juga mennyebabkan pengguna jalan sangat berhati hati jika akan melewati jalan tersebut sdr. Ipul membenarkan adannya kerusakan yang cukup parah di jalan yang menghubungkan antara jalan besar menuju balai dese pulutan saat di temui Pulutan community di lokasi. 


sudah lama jalan tersebut rusak tapi saat ini belum ada konfirmasi dari aparatur desa mengenai perbaikan jalan tersebut. seluruh warga pulutan berharap perbaikan jalan menuju balai desa segera di perbaiki agar penggunan jalan yang akan menuju ke balai desa tidak terganggu. (hry)
PULUTAN- jalan yang menghubungkan dusun semenrejo dan ngliyan tidak lagi rusak bahkan telah di aspal sehingga memudahkan pejalan kaki dan pengendara bermotor untuk menggunakan jalan dengan nyaman.
pekerjaan PNPM mandiri desa pulutan untuk pembuatan jalan berraspal telah rampung dan kini sudah bisa digunakan, berita ini membawa angin segar bagi warga pulutan tentunnya perkembangan desa pulutan dua tahun terakhir cukup menunjukan angka peningkatan yang cukup signifikan tentunya warga pulutan berharap program PNPM tidak berhenti sampai di sini dan dapat merampungkan penghalusan jalan-jalan yang belum memenuhi standar kelayakan PUKOM (hry)

PULUTAN—Situs purbakala yang diduga berasal dari masa kerajaan Hindu ditemukan di Desa Pulutan, Kecamatan Wonosari, Gunungkidul. Situs itu kini tengah digali tim dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) DIY.
Ketua Tim Ekskavasi, Indung Panca Putra mengatakan, ada dua temuan dari hasil ekskavasi itu. “Ada arca Ganesha, tapi satu lagi belum jelas,”.
Indung mengatakan, pihaknya akan meneliti benda-benda purbakala yang ditemukan di Dusun Butuh itu. Ia mengaku belum dapat memastikan situs purbakala tersebut merupakan model bangunan candi atau dasar bangunan.
Pihaknya telah membuat tujuh kotak ekskavasi untuk penelitian tersebut. Adapun BP3 akan merekomendasikan tanah tempat situs purbakala itu ditemukan untuk dibeli atau disewa pemerintah.
Tanah itu dimiliki perorangan, bukan negara. Hari ini, sejumlah mahasiswa jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya UGM Jogja dan BP3 ikut melakukan ekskavasi situs purbakala itu.(hry)

MAKALAH
DOSEN PENGAMPU : Saryaa, SIP, M.Si.




 















DISUSUN OLEH

NAMA        : HERI KURNIAWAN
                            PRODI       : ATMINISTRASI  NEGARA
NIM            : 010331015

Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial
Program Studi Administrasi Negara
Universitas Gunung Kidul
Tahun 2012



BAB I
PENDAHULUAN
I.a Latar Belakang
            Fungsi hukum administrasi negara adalam menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan berwibawa memang sangat dibutuhkan. Salah satu agenda pembangunan nasional adalah menciptakan tata pemerintahan yang bersih, dan berwibawa. Agenda tersebut merupakan upaya untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, antara lain: keterbukaan, akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi, menjunjung tinggi supremasi hukum, dan membuka partisipasi masyarakat yang dapat menjamin kelancaran, keserasian dan keterpaduan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Untuk itu diperlukan langkah-langkah kebijakan yang terarah pada perubahan kelembagaan dan sistem ketatalaksanaan; kualitas sumber daya manusia aparatur; dan sistem pengawasan dan pemeriksaan yang efektif.

I.b Tujuan Penulisan

a.   Mengetahui Fungsi Hukum Administrasi Negara dalam pelaksanaan pemerintahan.
b.   Mengetahui kebijakan pemerintah dalam upaya  penyelenggaraan pemerintah yang baik dan berwibawa
c.        Melengakapi tugas matakuliah Hukum Administrasi negara

I.c Rumusan Masalah

            Adapun rumusan masalah yang saya kaju dalam makalah ini adalah Fungsi Hukum Administrasi Negara Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik dan Berwibawa.

I.d Metode Penulisan

            Adapun metode penulisan yang kami gunakan dalam penyusunan makalah ini adalah dengan mengumpulkan materi-materi yang berkaitan dengan pokok bahasan, dimana materi-materi tersebut kami dapatkan dari berbagai media seperti, buku-buku rujukan, artikel-artikel, dan melalui media jaringan internet.


BAB II
PEMBAHASAN
            Fungsi Hukum Administrasi Negara yang melihat negara dalam keadaan bergerak, pada hakikatnya bertujuan mengatur lembaga kekuasaan / pejabat atasan maupun bawahan dalam melaksanakan peranannya berdasarkan Hukum Tata Negara, yaitu :
a. Menciptakan peraturan – peraturan yang berupa ketentuan – ketentuan abstrak yang berlaku umum.
b.   Menciptakan ketentuan – ketentuan yang berupa ketentuan konkrit untuk subyek tertentu, di bidang :
1)    Bestuur, yang berbentuk : perijinan, pembebanan, penentuan status atau kedudukan, pembuktian, pemilikan dalam penggandaan dan pemeliharaan perlengkapan administrasi.
2)    Politie, mencakup proses pencegahan dan penindakan.
3)    Rechtspraak, mencakup proses pengadilan, arbitrase, konsiliasi dan mediasi.

            Kegiatan penciptaan ketentuan – ketentuan abstrak yang berlaku umum tercermin dalam kegiatan Pembentukan Undang – Undang, Peraturan Pemerintah serta Peraturan Menteri atau Keputusan Menteri.

            Kegiatan menciptakan ketentuan – ketentuan konkrit untuk subyek tertentu, tercermin dalam kegiatan : pemberian ijin penyimpangan jam kerja, ijin pemutusan hubungan kerja dan ijij mempekerjakan wanita pada malam hari. Demikian pula penentuan status terlihat dalam kegiatan pemberhentian buruh oleh P4P. Kegiatan pembuktian dapat dilihat dari pendaftaran serikat buruh pada Departemen Tenaga Kerja.

            Kegiatan pengawasan dalam arti pencegahan, tercermin dalam ketentuan keselamatan kerja, ketentuan upah minimum dan sebagainya. Sedangkan kegiatan pengawasan dalam arti  penindakan, tercermin dalam ketentuan yang mencantumkan ancaman sanksi pidana / administratif. Kegiatan peradilan di sini, tercermin dalam mekanisme penyelesaian perselisihan perburuhan yang dikenal arbitrase wajib ( pemerintah mempunyai peranan yang penting ).


II.a Permasalahan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Baik

Reformasi birokrasi belum berjalan sesuai dengan tuntutan masyarakat. Hal tersebut terkait dengan tingginya kompleksitas permasalahan dalam mencari solusi perbaikan. Demikian pula, masih tingginya tingkat penyalahgunaan wewenang, banyaknya praktek KKN, dan masih lemahnya pengawasan terhadap kinerja aparatur negara merupakan cerminan dari kondisi kinerja birokrasi yang masih jauh dari harapan.

Banyaknya permasalahan birokrasi tersebut di atas, belum sepenuhnya teratasi baik dari sisi internal maupun eksternal. Dari sisi internal, berbagai faktor seperti demokrasi, desentralisasi dan internal birokrasi itu sendiri, masih berdampak pada tingkat kompleksitas permasalahan dan dalam upaya mencari solusi lima tahun ke depan. Sedangkan dari sisi eksternal, faktor globalisasi dan revolusi teknologi informasi juga akan kuat berpengaruh terhadap pencarian alternatif-alternatif kebijakan dalam bidang aparatur negara.

Dari sisi internal, faktor demokratisasi dan desentralisasi telah membawa dampak pada proses pengambilan keputusan kebijakan publik. Dampak tersebut terkait dengan, makin meningkatnya tuntutan akan partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik; meningkatnya tuntutan penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik antara lain transparansi, akuntabilitas dan kualitas kinerja publik serta taat pada hukum; meningkatnya tuntutan dalam pelimpahan tanggung jawab, kewenangan dan pengambilan keputusan.

Demikian pula, secara khusus dari sisi internal birokrasi itu sendiri, berbagai permasalahan masih banyak yang dihadapi. Permasalahan tersebut antara lain adalah: pelanggaran disiplin, penyalahgunaan kewenangan dan masih banyaknya praktek KKN; rendahnya kinerja sumber daya manusia dan kelembagaan aparatur; sistem kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (manajemen) pemerintahan yang belum memadai; rendahnya efisiensi dan efektifitas kerja; rendahnya kualitas pelayanan umum; rendahnya kesejahteraan PNS; dan banyaknya peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan dan tuntutan pembangunan.
Bagian
       
     Dari sisi eksternal, faktor globalisasi dan revolusi teknologi informasi (e-Government) merupakan tantangan tersendiri dalam upaya menciptakan pemerintahan yang bersih, baik dan berwibawa. Hal tersebut terkait dengan makin meningkatnya ketidakpastian akibat perubahan faktor lingkungan politik, ekonomi, dan sosial yang terjadi dengan cepat; makin derasnya arus informasi dari manca negara yang dapat menimbulkan infiltrasi budaya dan terjadinya kesenjangan informasi dalam masyarakat (digital divide).

            Perubahan-perubahan ini, membutuhkan aparatur negara yang memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan yang handal untuk melakukan antisipasi, menggali potensi dan cara baru dalam menghadapi tuntutan perubahan. Di samping itu, aparatur negara harus mampu meningkatkan daya saing, dan menjaga keutuhan bangsa dan wilayah negara. Untuk itu, dibutuhkan suatu upaya yang lebih komprehensif dan terintegrasi dalam mendorong peningkatan kinerja birokrasi aparatur negara dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan akuntabel yang merupakan amanah reformasi dan tuntutan seluruh rakyat Indonesia.

II.b Sasaran Penyelenggaraan Kebijakan Negara

Secara umum sasaran penyelenggaraan negara adalah terciptanya tata pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa, profesional, dan bertanggungjawab, yang diwujudkan dengan sosok dan perilaku birokrasi yang efisien dan efektif serta dapat memberikan pelayanan yang prima kepada seluruh masyarakat.
Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, secara khusus sasaran yang ingin dicapai adalah:
1.  Berkurangnya secara nyata praktek korupsi di birokrasi, dan dimulai dari tataran (jajaran) pejabat yang paling atas;
2.  Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang bersih, efisien, efektif, transparan, profesional dan akuntabel;
3. Terhapusnya aturan, peraturan dan praktek yang bersifat diskriminatif terhadap warga negara, kelompok, atau golongan masyarakat;
4.  Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik;
5.  Terjaminnya konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah, dan tidak bertentangan peraturan dan perundangan di atasnya.

II.c Arah Kebijakan

Dalam upaya untuk mencapai sasaran pembangunan penyelenggaraan negara dalam mewujudkan Tata Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa, maka kebijakan penyelengaraan negara diarahkan untuk:
1)  Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk praktik-praktik KKN dengan cara:
a.    Penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) pada semua tingkat dan lini pemerintahan dan pada semua kegiatan;
b.   Pemberian sanksi yang seberat-beratnya bagi pelaku KKN sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
c.    Peningkatan efektivitas pengawasan aparatur negara melalui koordinasi dan sinergi pengawasan internal, eksternal dan pengawasan masyarakat;
d.   Peningkatan budaya kerja aparatur yang bermoral, profesional, produktif dan bertanggung jawab;
e.   Percepatan pelaksanaan tindak lanjut hasil-hasil pengawasan dan pemeriksaan;
f.   Peningkatan pemberdayaan penyelenggara negara, dunia usaha dan masyarakat dalam pemberantasan KKN.
2)  Meningkatkan kualitas penyelengaraan administrasi negara melalui:
a.    Penataan kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintahan agar dapat berfungsi secara lebih memadai, efektif, dengan struktur lebih proporsional, ramping, luwes dan responsif;
b.    Peningkatan efektivitas dan efisiensi ketatalaksanaan dan prosedur pada semua tingkat dan lini pemeritahan;
c.    Penataan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia aparatur agar lebih profesional sesuai dengan tugas dan fungsinya untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat;
d.   Peningkatan kesejahteraan pegawai dan pemberlakuan sistem karier berdasarkan prestasi;
e.    Optimalisasi pengembangan dan pemanfaatan e-Government, dan dokumen/arsip negara dalam pengelolaan tugas dan fungsi pemerintahan.
3)  Meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan dengan:
a.   Peningkatan kualitas pelayanan publik terutama pelayanan dasar, pelayanan umum dan pelayanan unggulan;
b.   Peningkatan kapasitas masyarakat untuk dapat mencukupi kebutuhan dirinya, berpartisipasi dalam proses pembangunan dan mengawasi jalannya pemerintahan;
c.    Peningkatan tranparansi, partisipasi dan mutu pelayanan melalui peningkatan akses dan sebaran informasi

II.d Program-Program Pembangunan
II.d.1 Program Penerapan Kepemerintahan Yang Baik

Program ini bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, profesional, responsif, dan bertanggungjawab dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:
1. Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan pelaksanaan prinsip-prinsip penyelenggaraan kepemerintahan yang baik;
2.  Menerapkan nilai-nilai etika aparatur guna membangun budaya kerja yang mendukung produktifitas kerja yang tinggi dalam pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan negara khususnya dalam rangka pemberian pelayanan umum kepada masyarakat.

II.d.2 Program Peningkatan Pengawasan Aparatur Negara

            Program ini bertujuan untuk menyempurnakan dan mengefektifkan sistem pengawasan dan audit serta sistem akuntabilitas kinerja dalam mewujudkan aparatur negara yang bersih, akuntabel, dan bebas KKN.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:
1.  Meningkatkan intensitas dan kualitas pelaksanaan pengawasan dan audit internal, eksternal, dan pengawasan masyarakat;
2.  Menata dan menyempurnakan kebijakan sistem, struktur kelembagaan dan prosedur pengawasan yang independen, efektif, efisien, transparan dan terakunkan;
3.  Meningkatkan tindak lanjut temuan pengawasan secara hukum;
4.  Meningkatkan koordinasi pengawasan yang lebih komprehensif;
5.  Mengembangkan penerapan pengawasan berbasis kinerja;
6.  Mengembangkan tenaga pemeriksa yang profesional;
7.  Mengembangkan sistem akuntabilitas kinerja dan mendorong peningkatan implementasinya pada seluruh instansi;
8.  Mengembangkan dan meningkatkan sistem informasi APFP dan perbaikan kualitas informasi hasil pengawasan; dan
9.   Melakukan evaluasi berkala atas kinerja dan temuan hasil pengawasan.

II.d.3 Program Penataan Kelembagaan Dan Ketatalaksanaan

            Program ini bertujuan untuk menata dan menyempurnakan sistem organisasi dan manajemen pemerintahan pusat, pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/ kota agar lebih proporsional, efisien dan efektif.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:
1.   Menyempurnakan sistem kelembagaan yang efektif, ramping, fleksibel berdasarkan prinsip-prinsip good governance;
2.   Menyempurnakan sistem administrasi negara untuk menjaga keutuhan NKRI dan mempercepat proses desentralisasi;
3.   Menyempurnakan struktur jabatan negara dan jabatan negeri;
4.    Menyempurnakan tata laksana dan hubungan kerja antar lembaga di pusat dan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota;
5.   Menciptakan sistem administrasi pendukung dan kearsipan yang efektif dan efisien; dan
6.   Menyelamatkan dan melestarikan dokumen/arsip negara.





II.d.4 Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur

            Program ini bertujuan untuk meningkatkan sistem pengelolaan dan kapasitas sumber daya manusia aparatur sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas kepemerintahan dan pembangunan.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:
1.      Menata kembali sumber daya manusia aparatur sesuai dengan kebutuhan akan jumlah dan kompetensi, serta perbaikan distribusi PNS;
2.      Menyempurnakan sistem manajemen pengelolaan sumber daya manusia aparatur terutama pada sistem karier dan remunerasi;
3.      Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia aparatur dalam pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya;
4.      Menyempurnakan sistem dan kualitas penyelenggaraan diklat PNS;
5.      Menyiapkan dan menyempurnakan berbagai peraturan dan kebijakan manajemen kepegawaian; dan
6.      Mengembangkan profesionalisme pegawai negeri melalui penyempurnaan aturan etika dan mekanisme penegakan hukum disiplin.

II.d.5 Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

            Program ini bertujuan untuk mengembangkan manajemen pelayanan publik yang bermutu, tranparan, akuntabel, mudah, murah, cepat, patut dan adil kepada seluruh masyarakat guna menujang kepentingan masyarakat dan dunia usaha, serta mendorong partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:
1.   Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha.
2.  Mendorong pelaksanaan prinsip-prinsip good governance dalam setiap proses pemberian pelayanan publik khususnya dalam rangka mendukung penerimaan keuangan negara seperti perpajakan, kepabeanan, dan penanaman modal;
3.    Meningkatkan upaya untuk menghilangkan hambatan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik melalui deregulasi, debirokratisasi, dan privatisasi;
4.    Meningkatkan penerapan sistem merit dalam pelayanan;
5.    Memantapkan koordinasi pembinaan pelayanan publik dan pengembangan kualitas aparat pelayanan publik;
6.   Optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pelayanan publik;
7.    Mengintensifkan penanganan pengaduan masyarakat;
8.    Mengembangkan partisipasi masyarakat di wilayah kabupaten dan kota dalam perumusan program dan kebijakan layanan publik melalui mekanisme dialog dan musyawarah terbuka dengan komunitas penduduk di masing-masing wilayah; dan
9.    Mengembangkan mekanisme pelaporan berkala capaian kinerja penyelenggaraan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota kepada publik.

II.d.6 Program Peningkatan Sarana Dan Prasarana Aparatur Negara

            Program ini bertujuan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan administrasi pemerintahan secara lebih efisien dan efektif serta terpadu.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:
1.   Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung pelayanan; dan
2.   Meningkatkan fasilitas pelayanan umum dan operasional termasuk pengadaan, perbaikan dan perawatan gedung dan peralatan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan negara.

II.d.7 Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan Dan Kepemerintahan

            Program ini bertujuan untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugas pimpinan dan fungsi manajemen dalam penyelenggaraan kenegaraan dan kepemerintahan.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:
1.      Menyediakan fasilitas kebutuhan kerja pimpinan;
2.      Mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi kantor kenegaraan dan kepemerintahan seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja perjalanan, belanja modal, dan belanja lainnya;
3.      Menyelenggarakan koordinasi dan konsultasi rencana dan program kerja kementerian dan lembaga;
4.      Mengembangkan sistem, prosedur dan standarisasi administrasi pendukung pelayanan; dan
5.      Meningkatkan fungsi manajemen yang efisien dan efektif.



BAB III
PENUTUP
III.a Kesimpulan

            Dalam mewujudkan suatu pemerintahan yang baik, HAN sangat dibutuhkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Fungsi HAN dapat dijabarkan sebagai berikut:
a.       Menciptakan peraturan – peraturan yang berupa ketentuan – ketentuan abstrak yang berlaku umum.
b.      Menciptakan ketentuan – ketentuan yang berupa ketentuan konkrit untuk subyek tertentu, di bidang :
1)      Bestuur, yang berbentuk : perijinan, pembebanan, penentuan status atau kedudukan, pembuktian, pemilikan dalam penggandaan dan pemeliharaan perlengkapan administrasi.
2)      Politie, mencakup proses pencegahan dan penindakan.
3)      Rechtspraak, mencakup proses pengadilan, arbitrase, konsiliasi dan mediasi.
            Diharapkan dengan penegakan Hukum Administrasi Negara dengan baik maka, upaya mewujudkan pemerintahan yang baik dan berwibawa akan dapat terlaksana dengan baik pula.





DAFTAR PUSTAKA

Prof. Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia pustaka Utama : Jakarta. 2005
Inu Kencana Syafi’ie, Ilmu Administrasi Publik. Rineka Cipta, Jakarta, 1999
www.Google.com
www.Wekipedia.co.id